DPR Tegaskan UU Nomor 4 Tahun 2023 Tak Bertentangan dengan UUD 1945
Anggota Komisi III DPR RI Martin Daniel Tumbelaka, saat mengikuti sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perkara Nomor 85/PUU-XXII/2024 yang berlangsung secara virtual dari Ruang Konstitusi, Gedung Setjen DPR RI. Foto: Jaka/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta - DPR RI menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Hal ini disampaikan oleh Kuasa DPR RI, Anggota Komisi III DPR RI Martin Daniel Tumbelaka, dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Perkara Nomor 85/PUU-XXII/2024 yang berlangsung secara virtual dari Ruang Konstitusi, Gedung Setjen DPR RI, Rabu (4/12/2024).
Martin menjelaskan bahwa terdapat mekanisme kontrol yang jelas terkait pengelolaan anggaran operasional tiga lembaga utama, yaitu Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Anggaran operasional BI disetujui oleh DPR RI, anggaran OJK dibahas bersama DPR RI, sedangkan anggaran operasional LPS disetujui oleh Menteri Keuangan. Pelaksanaan mekanisme ini dirancang untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam perencanaan anggaran ketiga lembaga tersebut,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa LPS bertanggung jawab kepada Presiden dan Menteri Keuangan, yang bertindak sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan nasional.
Lebih lanjut, Martin menolak seluruh dalil yang diajukan oleh para pemohon dalam pengujian materi undang-undang tersebut. Ia menegaskan bahwa pasal-pasal dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 yang dimohonkan untuk diuji tidak bertentangan dengan UUD 1945. “DPR RI berpendapat bahwa seluruh dalil para pemohon tidak berdasar hukum, dan tidak ditemukan persoalan inkonstitusionalitas dalam norma-norma yang dimohonkan pengujian,” katanya.
Dalam petitumnya, Martin meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing, sehingga permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Selain itu, Martin juga meminta agar seluruh permohonan pemohon ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima, serta menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan. Ia menegaskan bahwa pasal-pasal yang dipersoalkan, seperti Pasal 6 ayat (1) huruf i, Pasal 86 ayat (4), dan pasal-pasal lainnya, tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.
Martin juga mengungkapkan permohonan agar putusan Mahkamah Konstitusi nantinya dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia. “Apabila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya. Demikian keterangan DPR RI kami sampaikan untuk bahan pertimbangan Majelis Hakim MK,” pungkasnya.
Sidang ini turut dihadiri oleh ahli dari pihak Presiden sebagai bagian dari proses pengujian materi undang-undang. (pun/aha)